RINTIK
Rintik,
Pagi saat mataku terbuka, pikiran masih saja terbesit bayang yang hampir 6 kali 30 hari terakhiri. Jelas namamu masih sama ku ingat, namun tak pantas ku sematkan dalam bingkai sejarah. Banyak bungkam dengan alasan tak masuk di otak. Derai tangis dan tawa yang lebur dalam sukma. Seketika saja, aku berani melangkah. Menyadari bahwa meratapimu dalam keheningan tak begitu menyamankan perasaan. Aku beralih, pada titik baru yang mulai menuntun tuk akhiri kalimat tentang namamu. Baru saja, sepersekian menit saat benakku tak lagi terisi olehmu. Sepersekian jam saat otakku telah enggan membiarkanmu menggeryat disana. Aku masih disini. Pada sebuah kisah yang pernah kita anggap indah yang pun akhirnya punah. Pada titik-titik rindu dari dimensi waktu antar pesanku dan pesanmu. Melewati batas antar imajinasi dan hakiki yang semestinya bisa padu. Aku masih berdiri bangga, dengan segala doa yang menua termakan waktu. Semoga saja, tepat setelah kala ini berganti. Namamu benar-benar mati. Dan aku tetap berjalan bersama doaku, bersama sukaku, bersama citaku, dan meninggalkan dukaku.
Komentar
Posting Komentar