Lebam dan Temaram
Sepi seakan jadi kawan paling setia. Dalam beberapa hal, ia tak begitu saja meninggalkan. Tak juga teramat tega untuk melupakan.
Sepi memang tetap jadi sepi. Kawan intuisi yang mulai mati terbungkus lebatnya hujan dan kencangnya angin bertiup.
Aku masih saja ditemani, pada titik yang mulai dan hampir mati. Entah apa yang mengawali, dan dengan apa tuk akhiri. Sekadar sepi saja tak pantas jadi opini halalkan dua disini.
Bagaimana sekarang, tetap berpaku padanya, atau beralih ke mereka. Maaf aku begitu naif. Tetap sepi meski sebenarnya kau teramat ingin mengisi.
Tak bisa dipungkiri, lekas atau lamban ini segera terakhiri. Entah tetap menjadi baik, atau mengawali lagi tuk jadi baik.
Sangat jelas sepi disini teramat magis mengutuk prasangkaku padamu. Pada tempat yang teranggap rumah.
Maaf, aku masih saja tak tegas, bahkan saat sudah sejauh ini. Aku masih tetap terbingungkan, pada rasa yang mulai lebam, atau yang baru temaram.
Komentar
Posting Komentar