PADA KEPASTIAN KESEKIAN AKU MEMILIH MENETAP

Aku mencium bau tanah basah, bersama resah yang menggetas. Rintik keberkahan temani langkah saat pulang kala temaram.
Kamu ingat, saat itu petang begitu memikat. Matamu tak teralihkan sebab ia begitu mesranya terpandang. Desir nada yang ku mainkan, terabaikan beriring larutnya sinaran sore itu.
Kamu masih saja tak berpaling padanya. Pada temaram yang menggodamu tetap tinggal dalam angan. Aku masih membiarkanmu.
Dalam langkah yang kita yakini baik, aku terbesit, waktu tak mungkin serela ini biarkan aku menatapmu menetap padanya. Kita sudah amat terampil tutupi pilu masing-masing. Aku dengan segala kepura-puraan yang ku paksa tetap tinggal. Dan kamu tetap pada baik yang terpaksakan.
Sore tadi, langit tak begitu cantik ku pandang. Senada dengan keinginan tuk menetap. Tapi biarlah, aku sudah tak teramat peduli bagaimana langit sore.
Kita telah sama-sama dapati senja terbaik, walau akhirnya kita tetap memilih temui fajar lagi dan lagi. Alasanku tinggal tak ada lagi. Perkaraku menggenggam tak pantas lagi.
Aku memilih menetap pada langit yang tak begitu cantik sore ini, dan berharap temui fajar esok sendiri.

Komentar

Postingan Populer