Mengancam Kenangan
Cerita mengancam kenangan merupakan pertunjukan teater yang menceritakan tentang seorang wanita yang telah hidup seorang diri selama bertahun-tahun. Dalam cerita itu diceritakan sang wanita atau yang disebut dalam naskah dengan istilah “Nyona”, merupakan tokoh central yang diceritakan sang penulis. Dimana dalam cerita itu sang nona dikelilingi banyak kenangan yang ada pada setiap sisi dan isi rumahnya. Dimulai dari meja, kursi, figura-figura, bak mandi bahkan debu-debu yang berhaburan.
Pementasan yang sebenarnya mengambil cerita yang sangat sederhana, namun meskipun sederhana cerita “Mengancam Kenangan” sangat bisa dimengerti bagi para penikmatnya. Cerita yang sebenarnya dialami oleh setiap manusia, karena semua manusia memiliki kenangan yang kekal.
Dari pementasan yang ditampilkan, dan dari segi cerita, sebenarnya kita bisa melihat kejelian dan kepekaan sang penulis. Dimana dalam cerita “mengancam Kenangan”, setiap karakter diperankan secara total bahkan sampai debu-debu yang berhamburan pun diperankan. Dengan mengambil tata panggung yang sebenarnya lebih cocok untuk cerita horo, namun semua dapat berkesinambungan dalam alur yang sesuai cerita kehidupan nyata.
Dari segi dialog-dialog oleh tokoh utama, yaitu “Nyona”, dengan tokoh-tokoh pelengkap, yang di dalamnya terbagi atas benda-benda yang sebenarnya benda mati, namun dalam cerita tersebut diceritakan seaakan benda-benda tersebut seakan benar-benar hidup dan menjadi saksi bisu dari semua cerita kehidupan Nona. Perdebatan antara tokoh utama dan tokoh-tokoh pelengkap juga terasa benar-benar hidup.
Ada hal yang lebih menarik dari cerita “Mengancam Kenangan”, dimana disitu diceritakan kenangan tokoh Nyona, yang notabennya adalah seorang ibu. Dalam bayangan kenangannya sang Nyona terkenang akan anak-anaknya yang meminta Nona untuk menceritakan setitik tentang ayahnya. Nyonya tertekan dengan semua kenangan yang terus-menerus menghantui kehidupan nyatanya. Tetap dengan segala rasa penasarannya, bayangan sang anak tetap bersikeras meminta Nyonya untuk menceritakan tentang ayahnya.
Mendengar semua celotehan dari kenangan-kenangan itu, Nyonya seakan menyerah sebelum memulai peperangan. Merasa sangat putus asa dengan segala keputus-asaan yang ada di dalam dirinya. Menyesal karena hanya bisa meninggalkan sebuah pumit untuk Nyonya yang akhirnya Cuma bisa diulangi lewat sebuah kenangan. Menyesal karena begitu saja membiarkan sang Ayah dan sayap emasnya pergi dibawa serdadu di sebuah pagi yang riuh di gedung samping rumahnya. Menyesal karena Nyonya tak mampu untuk menceritakan tentang sang Ayah dan sayap emasnya kepada kenangan anak-anaknya.
Disisi lain, sang Nyonya yang terus-menerus digelumuti celotehan dari debu-debu yang berhamburan, sampai tak menghiraukan tentang apa yang terjadi di dalam rumahnya. Ini dijelaskan ketika dalam bak mandi yang telah penuh aiarnya pun dibiarkan Nyonya sampai meluber kemana-mana. Debu-debu yang berhamburan terus berceloteh sampai Nyonya pun terhenyak di dalam bak mandi tanpa sadar dirinya telah terdiam cukup lama.
Dalam kenangannya sang anak mengeluarkan sebilah pisau, yang dgores-goreskan ke sekujur tubuh wanita. Sampai pada akhir ketika anak laki-laki itu tidak mendapatkan kejelasan mengenai cerita tentang ayahnya, anak laki-laki itu menusukkan pisau ke arah wanita itu, dan darah pun bercucuran, messkipun sebenarnya hanya air yang bercucuran.
Dalam bagian akhir cerita, sebenarnya Nyonya telah menunggu anak laki-laki tersebut. Namun sang anak laki-laki tidak lekas menyadari tentang hal itu. Anak laki-laki itu hanya menyadari jikalau hatinya sedang patah, semakin patah ketika mengetahui aroma tubuh sang wanita tertinggal di dalam bak mandinya.
Mungkin mereka ibarat pagi dan malam yang bersekutu untuk menghadirkan kenangan. Kenangan itu hadir tanpa kita undang, meskipun kita bersikerass untuk menghilangangkan atau menghindari kenangan itu,
Pementasan yang sebenarnya mengambil cerita yang sangat sederhana, namun meskipun sederhana cerita “Mengancam Kenangan” sangat bisa dimengerti bagi para penikmatnya. Cerita yang sebenarnya dialami oleh setiap manusia, karena semua manusia memiliki kenangan yang kekal.
Dari pementasan yang ditampilkan, dan dari segi cerita, sebenarnya kita bisa melihat kejelian dan kepekaan sang penulis. Dimana dalam cerita “mengancam Kenangan”, setiap karakter diperankan secara total bahkan sampai debu-debu yang berhamburan pun diperankan. Dengan mengambil tata panggung yang sebenarnya lebih cocok untuk cerita horo, namun semua dapat berkesinambungan dalam alur yang sesuai cerita kehidupan nyata.
Dari segi dialog-dialog oleh tokoh utama, yaitu “Nyona”, dengan tokoh-tokoh pelengkap, yang di dalamnya terbagi atas benda-benda yang sebenarnya benda mati, namun dalam cerita tersebut diceritakan seaakan benda-benda tersebut seakan benar-benar hidup dan menjadi saksi bisu dari semua cerita kehidupan Nona. Perdebatan antara tokoh utama dan tokoh-tokoh pelengkap juga terasa benar-benar hidup.
Ada hal yang lebih menarik dari cerita “Mengancam Kenangan”, dimana disitu diceritakan kenangan tokoh Nyona, yang notabennya adalah seorang ibu. Dalam bayangan kenangannya sang Nyona terkenang akan anak-anaknya yang meminta Nona untuk menceritakan setitik tentang ayahnya. Nyonya tertekan dengan semua kenangan yang terus-menerus menghantui kehidupan nyatanya. Tetap dengan segala rasa penasarannya, bayangan sang anak tetap bersikeras meminta Nyonya untuk menceritakan tentang ayahnya.
Mendengar semua celotehan dari kenangan-kenangan itu, Nyonya seakan menyerah sebelum memulai peperangan. Merasa sangat putus asa dengan segala keputus-asaan yang ada di dalam dirinya. Menyesal karena hanya bisa meninggalkan sebuah pumit untuk Nyonya yang akhirnya Cuma bisa diulangi lewat sebuah kenangan. Menyesal karena begitu saja membiarkan sang Ayah dan sayap emasnya pergi dibawa serdadu di sebuah pagi yang riuh di gedung samping rumahnya. Menyesal karena Nyonya tak mampu untuk menceritakan tentang sang Ayah dan sayap emasnya kepada kenangan anak-anaknya.
Disisi lain, sang Nyonya yang terus-menerus digelumuti celotehan dari debu-debu yang berhamburan, sampai tak menghiraukan tentang apa yang terjadi di dalam rumahnya. Ini dijelaskan ketika dalam bak mandi yang telah penuh aiarnya pun dibiarkan Nyonya sampai meluber kemana-mana. Debu-debu yang berhamburan terus berceloteh sampai Nyonya pun terhenyak di dalam bak mandi tanpa sadar dirinya telah terdiam cukup lama.
Dalam kenangannya sang anak mengeluarkan sebilah pisau, yang dgores-goreskan ke sekujur tubuh wanita. Sampai pada akhir ketika anak laki-laki itu tidak mendapatkan kejelasan mengenai cerita tentang ayahnya, anak laki-laki itu menusukkan pisau ke arah wanita itu, dan darah pun bercucuran, messkipun sebenarnya hanya air yang bercucuran.
Dalam bagian akhir cerita, sebenarnya Nyonya telah menunggu anak laki-laki tersebut. Namun sang anak laki-laki tidak lekas menyadari tentang hal itu. Anak laki-laki itu hanya menyadari jikalau hatinya sedang patah, semakin patah ketika mengetahui aroma tubuh sang wanita tertinggal di dalam bak mandinya.
Mungkin mereka ibarat pagi dan malam yang bersekutu untuk menghadirkan kenangan. Kenangan itu hadir tanpa kita undang, meskipun kita bersikerass untuk menghilangangkan atau menghindari kenangan itu,
Komentar
Posting Komentar